Tangisan Warga Kolong Tol Angke: Pasrah Digusur, Tak Mampu Bayar Sewa Rusun

by
Pemukiman warga Tol Angke, Jakarta yang akan digusur. | Foto CNN Indonesia/Ramadhan Rizki Saputra

JAKARTA – Yitno, salah satu penghuni kolong Tol Angke, mengaku terkejut dan cemas saat menerima Surat Peringatan (SP) dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada pekan kedua November 2024. Surat tersebut menginstruksikan seluruh warga yang tinggal di kolong tol untuk segera meninggalkan tempat tinggal mereka dalam waktu 3×24 jam.

Kabar tersebut mengejutkan Yitno, yang telah tinggal di kolong Tol Pluit-Tomang Kilometer 17, tidak jauh dari Gerbang Tol Angke 2, selama tiga tahun.

“”Ya kaget pas dapat SP itu. Biasanya kan kita kan di sini juga tenang. Yang jadi pikiran tuh anak-anak sekolah. Kalau misalnya anak sekolah itu ini digusur, sekolahnya gimana pendidikannya? Saya tinggal di mana?,” ujar Yitno menggambarkan kekhawatirannya.

Yitno bersama ratusan keluarga lainnya yang hidup tersembunyi di bawah kolong Tol Pluit-Tomang Kilometer 17, tak jauh dari Gerbang Tol Angke 2. Pria berusia 35 tahun ini menempati rumah semipermanen berukuran 5×5 meter sejak sekitar tiga tahun lalu.

Untuk memasuki pemukiman, jalan masuk yang sempit dan lorong kecil yang hanya setinggi 100 sentimeter, membuat penghuni harus membungkuk atau berjongkok.

Begitu menembus pagar beton, yang terlihat pertama hanyalah jalan tol. Namun ada lorong kecil menuju kolong yang bisa dilewati.

Tinggi lorong itu kira-kira 100 sentimeter. Orang harus menunduk atau membungkuk, bahkan berjongkok untuk melewatinya. Di kanan-kiri lorong, rumah semipermanen berjejalan saling berhadapan.

Udara terasa pengap di kawasan ini. Deru kendaraan yang melaju di atas tol pun membuat bising di kawasan ini.

Sebagai bagian dari upaya penataan kawasan, Pemprov DKI Jakarta telah mulai merelokasi warga kolong Tol Angke. Pada Sabtu (30/11), gelombang pertama relokasi sebanyak 44 Kepala Keluarga (KK) atau sekitar 120 jiwa dipindahkan ke Rumah Susun Lokbin Rawa Buaya.

Baca Juga:  DPP PSKBI Hibahkan Unit Kendaran Ambulan Untuk RPM Banten

Meskipun banyak warga kolong yang sudah memilih untuk direlokasi, Yitno masih mempertimbangkan masa depannya. Pemprov DKI Jakarta menawarkan kompensasi berupa relokasi ke Rusun Rawa Buaya bagi warga yang memiliki KTP Jakarta. Sementara itu, bagi yang tidak memiliki KTP Jakarta, akan diberikan bantuan keuangan.

Namun, Yitno merasa khawatir dengan opsi tersebut. Sebagai buruh serabutan dengan penghasilan yang terbatas, ia merasa kesulitan untuk membayar sewa Rusun yang baru.

Yitno kemudian dikabari jika warga kolong Tol Angke yang memiliki KTP Jakarta akan di relokasi ke Rusun Rawa Buaya sebagai ganti kompensasi. Sementara yang tak memiliki KTP Jakarta akan mendapatkan bantuan keuangan.

Yitno lantas berpikir panjang terkait kompensasi tersebut. Meski memiliki KTP Jakarta, Yitno sehari-harinya hanya bekerja sebagai buruh serabutan. Ia bercerita penghasilannya tak akan mencukupi jika harus membayar sewa Rusun.

“Penghasilan saya tidak akan cukup untuk bayar sewa rusun,” keluhnya, mencerminkan kebingungannya mengenai masa depan dan pilihan yang harus diambil.

Warga pasrah pemukiman di bawah kolong Tol Angke yang mulai sepi usai di relokasi.

Warga pasrah pemukiman di bawah kolong Tol Angke yang mulai sepi usai di relokasi.
Terlebih, Rusun Rawa Buaya yang dijanjikan diberikan kepada warga di kolong tol Angke hanya gratis pada enam bulan awal. Ke depannya, tidak ada yang tahu.

“Ternyata rusunnya juga jauh dari tempat saya cari nafkah. Kan enggak cuma bayar Rusun aja, tapi bayar listrik, sampah, keamanan. Ya kalau misalkan kita ada penghasilan cukup enggak jadi masalah. Kalau yang enggak punya penghasilan, bagaimana?” kata Yatno.

Yitno pun memutuskan tak mengambil kompensasi Rusun yang dijanjikan pemerintah ini. Ia masih bertahan di kolong tol Angke yang sebentar lagi akan dikosongkan oleh Pemprov DKI Jakarta.

Baca Juga:  Warga AS Berpesta Hingga Gelar Nikah Massal Sambut Gerhana Matahari 8 April

Yitno hanya bisa pasrah mengenai nasibnya kini. Ia sedang berupaya mencari tempat perlindungan lain yang murah dan dekat dari tepatnya mencari nafkah.

“Mau enggak mau pindah, palingan kita ngontrak dulu, nyari yang lebih murah ketimbang di Rusun,” kata dia.

Senada dengan Yitno, salah satu warga kolong Tol Angke lainnya, Sarpi juga tak akan sanggup untuk membayar sewa Rusun jika tak gratis lagi.

Ia mendengar kabar jika Rusun Rawa Buaya akan menetapkan sewa rusun untuk enam bulan ke depan sebesar Rp500-Rp600 ribu untuk unit termurah.

Sarpi yang sudah lima tahun menghuni kolong Tol Angke ini masih bertahan di rumah semipermanennya sambil mencari tempat tinggal lain yang lebih murah.

“Katanya diusahakan 6 bulan [sewa gratis] . Tapi kalau tiga bulan setelahnya sudah pasti kan enggak ada yang tahu gitu. Nah untuk tiga bulan ke sana kayaknya saya udah perhitungan enggak sanggup [bayar sewa Rusun]. Itu kan gratis tempatnya doang. Air, listrik, keamanan bayar,” kata Sarpi.

Sarpi juga bercerita awalnya pihak Pemprov Jakarta mengeluarkan surat peringatan pertama (SP 1) selama 3X24 jam kepada warga kolong tol Angke untuk mengosongkan hunian pada dua pekan lalu.

Kemudian Pemprov Jakarta kembali mengeluarkan SP 2 selama 2X24 jam kepada warga untuk mengosongkan hunian. Imbas ‘ancaman’ tersebut, Sarpi menceritakan warga kolong Tol Angke kemudian banyak yang memilih untuk direlokasi ke Rusun Rawa Buaya.

Ia mengatakan pada Senin (2/12) esok pihak aparat Satpol PP akan memblokade akses masuk ke kawasan kolong Tol Angke ini.

“Sebagian sudah pindah. Saya masih di sini dulu. Mau tidak mau harus pindah cari yang murah. Pasrah saja,” kata Sarpi.

Baca Juga:  Ponpes di Lebak Terbakar, Segini Kerugiannya

Sebelumnya pemerintah menyiapkan skema untuk ratusan warga di kolong Tol Angke yang akan digusur.

Camat Grogol Petamburan Agus Sulaiman menjelaskan mereka yang memiliki KTP Jakarta akan dipindahkan ke rumah rusun dengan skema enam bulan gratis, dan mendapat Rp250 ribu dibayarkan sekali untuk pembuatan buku tabungan DKI, token air, dan listrik.

Mereka juga akan mendapat sembako dan kasur dari dinas sosial. Sementara itu, warga KTP daerah dan non-identitas mendapat uang sewa selama 2 bulan sebesar Rp 1,5 juta.

“Terbagi dalam tiga kategori. Satu KTP DKI sebanyak 139 KK, kemudian sisanya 98 itu adalah KTP daerah, sisanya lagi 20 itu non identitas, sama sekali,” kata Agus.

“Yang KTP daerah dan non NIK sebanyak 118 KK itu akan kita berikan uang sewa selama 2 bulan, plus ada juga sembako dari dinas sosial. (Yang tanpa identitas) termasuk di dalamnya,” kata Agus, Sabtu (30/11) kemarin.

Dia mengatakan pihaknya juga memfasilitasi warga KTP daerah maupun non identitas yang ingin pulang kampung. Dia menuturkan biaya transport pulang kampung itu bisa dikoordinasikan dengan Dinas Sosial.

Sumber CNN Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *