JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu (HGR), yang akrab disapa Mbak Ita, beserta suaminya, Alwin Basri (AB). Pasangan ini diduga terlibat dalam tiga kasus korupsi dengan penerimaan uang mencapai miliaran rupiah.
Menurut Wakil Ketua KPK, Ibnu Basuki Widodo, dugaan korupsi terjadi sejak HGR menjabat sebagai Wali Kota Semarang.
“HGR dan AB diduga menerima sejumlah uang dari fee pengadaan meja kursi fabrikasi SD di Dinas Pendidikan Kota Semarang Tahun Anggaran 2023, pengaturan proyek penunjukan langsung di tingkat kecamatan TA 2023, serta permintaan uang ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang,” jelas Ibnu dalam konferensi pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/2/2025).

Pada kasus pertama, HGR dan AB diduga terlibat dalam korupsi proyek pengadaan meja kursi fabrikasi untuk sekolah dasar (SD) di Dinas Pendidikan Kota Semarang. Keduanya disebut menerima uang sebesar Rp1,7 miliar.
“Bahwa atas keterlibatan dari AB membantu RUD (direktur PT Deka Sari Perkasa) mendapatkan proyek tersebut, RUD telah menyiapkan uang sebesar Rp 1.750.000.000 atau sebesar 10% untuk AB,” katanya.
Sementara itu, dalam kasus kedua, pasangan ini diduga terlibat dalam pengaturan proyek penunjukan langsung di tingkat kecamatan. Alwin Basri disebut menerima uang sebesar Rp2 miliar dalam kasus ini.
“Bahwa pada sekitar bulan Desember tahun 2022, M menyerahkan uang senilai Rp 2 miliar kepada AB sebagai commitment fee proyek PL Kecamatan,” jelasnya.

Dan yang terakhir, perkara permintaan uang dari kepada Bapenda Kota Semarang. Keduanya menerima uang sebesar Rp 2,4 miliar.
“IIN memberikan uang sekurang-kurangnya Rp.2.400.000.000 (Rp 2 miliar) kepada HGR dan AB yang dipotong dari iuran sukarela Pegawai Bapenda Kota Semarang dari TPP triwulan 1 sampai dengan 4 tahun 2023,” kata Ibnu.
Jika dijumlahkan, Mbak Ita dan suaminya mendapat uang sekitar Rp 6 miliar dalam 3 perkara tersebut. Keduanya dijerat pasal terkait suap hingga gratifikasi.
“Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,” ucapnya.[]
Sumber detikNews
