JAKARTA ā Isu mengenai isu transaksi uang elektronik yang akan dikenakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen, telah menyebar luar dalam masyarakat sehubungan dengan pemberlakuan pengenaan PPN 12 % mulai Januari 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan pun buka suara.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa jasa atas transaksi uang elektronik dan dompet digital selama ini sudah dikenakan PPN sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022 mengenai Pajak Penghasilan dan PPN atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.
Dwi menegaskan bahwa PPN 12 persen tidak akan dikenakan pada nilai uang yang diisi (top-up), saldo, atau transaksi jual beli, melainkan pada penggunaan jasa layanan uang elektronik atau dompet digital.
“Artinya, jasa layanan uang elektronik dan dompet digital bukan merupakan objek pajak baru,” ujar Dwi dalam keterangan resmi, dilansir CNN Indonesia,.Sabtu (21/12/2024).
Aturan terbaru mengenai PPN ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang memperbarui ketentuan sebelumnya.
Dalam UU ini, layanan uang elektronik tidak lagi termasuk dalam kategori yang dibebaskan dari PPN, sehingga tarif PPN sebesar 12 persen juga berlaku untuk transaksi uang elektronik dan dompet digital.
Untuk rincian lebih lanjut, pengenaan PPN terhadap transaksi uang elektronik dan layanan teknologi finansial (fintech) diatur dalam PMK 69/2022, yang mencakup layanan seperti uang elektronik, dompet elektronik (e-wallet), gerbang pembayaran, switching, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana.
PPN berlaku untuk biaya layanan atau komisi yang dibebankan kepada penyelenggara. Misalnya, biaya layanan registrasi, pengisian ulang saldo (top up), pembayaran transaksi, transfer dana, dan tarik tunai untuk uang elektronik.
Hal yang sama berlaku pada layanan dompet elektronik, termasuk biaya pembayaran tagihan dan layanan paylater. PPN juga dikenakan pada biaya merchant discount rate (MDR).
Sementara nilai uang elektronik itu sendiri, termasuk saldo, bonus point, reward point, dan transaksi transfer dana murni, tidak dikenakan PPN.
Sebagai contoh, ketika pengguna melakukan top-up saldo uang elektronik dan dikenakan biaya administrasi, maka biaya administrasi tersebut yang dikenakan PPN.
Jika biaya administrasi top-up adalah Rp1.500 dan tarif PPN yang berlaku saat ini sebesar 11 persen, maka PPN yang harus dibayar adalah Rp165, sehingga total biaya menjadi Rp1.665.
Bila PPN naik menjadi 12 persen nantinya, maka PPN yang perlu dibayar sebesar Rp180, sehingga total biaya menjadi Rp1.680.
Sedangkan ketika pengguna hanya mentransfer uang atau menggunakan saldo tanpa biaya tambahan, maka tidak ada PPN yang dikenakan.
“Artinya, berapapun jumlah nominal transaksi sepanjang jasa layanan yang dibebankan oleh provider tidak mengalami perubahan, maka jumlah PPN yang dibayar akan tetap sama,” jelas Dwi lebih lanjut.[]