JAKARTA — Penanews.co.id — Pelaksana pemungutan suara pada pemilu serentak Tahun 2024 tinggal menghiung hari tepatnya pada Rabu 14 Pebruari nanti, dalam artikel ini membahas Posisi hak suara pemilih dalam pemilu menurut Islam.
Dilansir situs resmi NU, Memilih seorang pemimpin di berbagai tingkatannya adalah hak kita sebagai warga negara Indonesia. Secara spesifik, Undang-Undang Nomor 30/1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) mengatur mengenai hak memilih sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 43 yang menyatakan: “Setiap warga mendapatkan hak dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil seusai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Adapun, setiap upaya yang mengancam hilangnya hak suara dapat ditindak secara hukum. Dan hal ini dijamin dalam konstitusi sebagaimana dinyatakan dalam Putusan MK Nomor 011-017/PUU-I/2003 yang menyatakan: “Menimbang, bahwa hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih (right to vote and right to be candidate) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang, maupun konvensi internasional, maka pembatasan, penyimpangan, peniadaan dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi warga negara”.
Dalam bernegara, memilih seorang pemimpin adalah kewajiban secara syariat dan hal ini adalah kesepakatan (ijma’) para sahabat dan tabi’in. Sebagaimana yang diutarakan oleh Ibnu Khaldun:
إنّ نصب الإمام واجب قد عرف وجوبه في الشّرع بإجماع الصّحابة والتّابعين لأنّ أصحاب رسول الله ﷺ عند وفاته بادروا إلى بيعة أبي بكر وتسليم النّظر إليه في أمورهم وكذا في كلّ عصر من بعد ذلك.
Artinya: “Sesungguhnya, memilih seorang pemimpin adalah wajib dan telah diketahui kewajibannya dalam syariat dengan kesepakatan (ijma’) para sahabat dan tabi’in karena para sahabat setelah wafatnya Rasulullah segera membaiat sahabat Abu Bakar dan menyerahkan keputusan kepadanya dalam masalah mereka dan begitu juga di setiap zaman setelahnya”. (lihat Tarikh Ibnu Khaldun karya Ibnu Khaldun [cetakan Darul Fikr Beirut 1998] hal.239).
Sebagai seorang Muslim, kita juga harus mempelajari pentingnya memakai hak suara dalam kacamata Islam. Hal ini bertujuan agar kita mengetahui bahwa hak suara dalam pemilu tidaklah bertentangan dengan agama Islam.
Dalam agama Islam, kita memposisikan hak suara sebagai kewajiban secara syariat melihat dari tiga aspek, yaitu:
1. Mewujudkan kepemimpinan yang baik
Hak suara kita adalah upaya bersama-sama mewujudkan pemimpin yang baik bagi rakyat. Ketika kita bersama-sama memakai hak suara untuk memilih pemimpin yang adil dan bijaksana, maka hal ini sama dengan saling tolong-menolong dalam mewujudkan kemakmuran dan keadilan bagi rakyat. Begitu juga sebaliknya, ketika kita bersama-sama melakukan gerakan golput, maka hal ini sama dengan tolong-menolong mewujudkan keburukan karena dapat merugikan kepentingan masyarakat luas dalam memilih pemimpin yang berkompeten.
Al-Qur’an mengajak kita untuk saling tolong-menolong dalam mewujudkan kebaikan.
وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَ ٰنِۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِیدُ ٱلۡعِقَابِ
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya.” [Surat Al-Ma’idah: 2]
2. Hak suara adalah amanah
Hak suara kita adalah amanah (kepercayaan). Pada dasarnya, kita dipercayai oleh negara untuk memilih pemimpin yang berkompeten dan ini adalah amanah dari negara kepada rakyatnya. Seandainya, kita tidak menggunakan hak suara, maka hal ini tergolong sebagai tindakan berkhianat kepada negara.
Sementara, Al-Qur’an mengajak kita untuk menjalankan amanah serta melarang kita melakukan perbuatan khianat.
فَلۡیُؤَدِّ ٱلَّذِی ٱؤۡتُمِنَ أَمَـٰنَتَهُۥ وَلۡیَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥۗ
Artinya: “Hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya.” [Surat Al-Baqarah: 283].
یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ لَا تَخُونُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوۤا۟ أَمَـٰنَـٰتِكُمۡ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” [Surat Al-Anfal: 27].
3. Wujud permusyawaratan
Hak suara kita adalah wujud memilih pemimpin dengan suara terbanyak dalam bermusyawarah. Negara telah menunjuk seluruh rakyatnya yang memenuhi kriteria untuk bermusyawarah dalam memilih pemimpin. Dan terpilih lah pemimpin dengan dukungan terbanyak.
Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat Umar bin Khattab yang menunjuk enam sahabat senior untuk bermusyawarah memilih pemimpin. Kemudian terpilih lah sahabat Utsman bin Affan sebagai pemimpin umat Islam karena mendapatkan suara terbanyak dalam forum musyawarah.
Walhasil, memilih pemimpin dalam pemilu adalah pekerjaan kolektif yang dilakukan oleh rakyat demi kepentingan bersama. Wajib hukumnya bagi seorang Muslim untuk menggunakan hak pilihnya karena menyangkut nasib rakyat beberapa tahun ke depan.
Rasulullah menggambarkan kepentingan bersama sebagaimana kapal yang bila sebagian dari penumpang kapal mengabaikan keselamatan kapal maka tenggelam lah seluruh penumpang di dalam kapal.
قال رسول الله مَثَلُ القائِمِ على حُدُودِ الله والواقِعِ فيها كمَثَلِ قومٍ استهَمُوا على سفينةٍ، فأصابَ بعضُهم أعْلاها وبعضُهم أسفَلَها، فكان الذين في أسفَلِها إذا استَقَوْا من الماء، مَرُّوا على مَن فوقَهُم، فقالوا: لو أنَّنا خرَقْنا في نصيبِنا خرقًا ولم نُؤذِ مَن فوقَنا! فإنْ ترَكُوهم وما أرادوا هلَكُوا جميعًا، وإنْ أخَذُوا على أيدِيهم نجَوْا ونجَوْا جميعًا.
Artinya: “Rasulullah bersabda “Perumpamaan orang yang menegakkan hukum Allah dan orang yang diam terhadapnya seperti sekelompok orang yang berlayar dengan sebuah kapal lalu sebagian dari mereka ada yang mendapat tempat di atas dan sebagian lagi di bagian bawah perahu. Lalu orang yang berada di bawah perahu bila mereka mencari air untuk minum mereka harus melewati orang-orang yang berada di bagian atas seraya berkata “Seandainya boleh kami lubangi saja perahu ini untuk mendapatkan bagian kami sehingga kami tidak mengganggu orang yang berada di atas kami”. Bila orang yang berada di atas membiarkan saja apa yang diinginkan orang-orang yang di bawah itu maka mereka akan binasa semuanya. Namun bila mereka mencegah dengan tangan mereka maka mereka akan selamat semuanya”.(HR.Bukhari)
Selain itu, Rasulullah juga selalu mengajak kita untuk mengutamakan kepentingan bersama sebagai sesama Muslim.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ مَنْ لَا يَهْتَمُّ بِأَمْرِ الْمُسْلِمِينَ فَلَيْسَ مِنْهُمْ.
Artinya: “Rasulullah bersabda “Barang siapa yang tidak mementingkan perkara umat Islam maka bukan dari (golongan) mereka (umat Islam)”. (HR.Thabrani)
Dari tulisan ini kita mengambil pemahaman bahwa menggunakan hak suara dalam pemilu adalah kewajiban menurut syariat. Hal ini tidak boleh diabaikan karena menyangkut kepentingan bersama. Melakukan gerakan golput adalah perbuatan yang bertentangan dengan anjuran agama Islam dan termasuk menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikan oleh negara kepada kita.
Muhammad Tholchah Al Fayyadl, Wakil Ketua Tanfidziyah PCINU Mesir
Baca juga; Konsumsi Garam Berlebihan, bisa Picu Pikun hingga Kanker Lambung
Baca juga; Khutbah Jumat; Menghormati Perbedaan Pendapat di Tahun Politik
Baca juga; Menkominfo Ingatkan Gen Z ke TPS di Hari Beri Suara 14 Februari mendatang
Baca juga; AS menyerang posisi rudal Houthi di Yaman: CENTCOM
Baca juga; Biadab! Israel sedang mengeksekusi rencana membuat Gaza tidak bernyawa ; kata Zomlot
Baca juga; Pulihkan Uang Daerah Dari Pemeriksaan LKPD BPK RI, DPP KAMPUD Apresiasi Kejari Lampung Timur