BANDA ACEH – Penanews.co.id – Pemerintah Aceh menegaskan komitmennya untuk mengoptimalkan seluruh sarana transportasi, baik jalur darat, laut, maupun udara, guna mendukung percepatan penanganan kondisi darurat akibat bencana banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di sejumlah kabupaten dan kota.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Perhubungan Aceh, Teuku Faisal, dalam konferensi pers yang digelar di Pusat Informasi dan Media Center Penanggulangan Bencana Kemkomdigi di Banda Aceh, pada Jumat (12/12/2025).
Faisal menegaskan bahwa sektor transportasi menjadi elemen paling krusial dalam memastikan bantuan tiba tepat waktu, terutama di wilayah yang masih terisolasi akibat kerusakan jaringan jalan.
“Kami bekerja agar distribusi bantuan tidak terhambat, baik lewat laut, darat, maupun udara,” ujarnya.
Sejak status tanggap darurat ditetapkan, Dishub Aceh telah mengoperasikan 44 unit armada darat dan menyalurkan 133,9 ton logistik ke berbagai wilayah, mulai dari Aceh Timur, Bireuen, hingga Subulussalam. Armada juga bergerak dari Medan menuju Aceh Tamiang dan Lhokseumawe.
Namun sejumlah titik masih tidak dapat dijangkau akibat putusnya akses jalan, terutama di kawasan timur Aceh. Untuk mengatasi hambatan tersebut, Dishub menempatkan 18 personel di jembatan penyeberangan darurat demi menjaga mobilitas warga dan relawan.
Distribusi Laut: 351 Ton Logistik Terangkut, 991 Warga Dievakuasi
Moda transportasi laut menjadi penyelamat bagi wilayah yang akses daratnya lumpuh. Dishub Aceh telah mengoperasikan 12 kapal, yang melakukan 35 perjalanan (trip) dan berhasil mengangkut 351 ton bantuan logistik serta mengevakuasi 991 warga dari Aceh Timur, Langsa, dan Aceh Utara.
Namun distribusi lewat laut membutuhkan konsolidasi logistik dalam volume besar.
“Kalau menggunakan armada laut, tidak mungkin kita hanya mengangkut satu atau dua ton. Konsolidasi harus cepat agar kapal bisa segera bergerak,” jelas Faisal.
Dishub bersama Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga menyalurkan 180 life jacket untuk kapal-kapal masyarakat yang melayani rute darurat di kawasan Jembatan Kutablang dan sekitarnya. Pengawasan tarif angkutan turut diperketat agar tidak terjadi kenaikan harga di luar kewajaran.
Salah satu dampak besar bencana adalah terganggunya pasokan LPG ke Banda Aceh akibat terputusnya jalur darat dari Aceh Utara. Untuk mengatasi hal tersebut, Dishub Aceh mengerahkan KMP Wirawisata (Pertamina) dan KMP Aceh 42 (Pemerintah Aceh) guna mengangkut skid tank LPG langsung dari depot Aceh Utara ke Banda Aceh dan Bireuen.
“KMP Aceh 42 yang biasanya melayani rute Banda Aceh–Sabang sementara kami alihkan untuk menangani krisis LPG. Layanan Sabang tetap aman karena masih dilayani dua kapal lainnya,” ungkap Faisal.
Dishub sejak hari pertama juga mengoordinasikan kapal barang dan kapal penumpang swasta untuk menjaga suplai bantuan melalui rute darurat Ulee Lheue–Aceh Utara.
Sebelumnya Gubernur Aceh telah mengirim surat kepada Menteri Perhubungan untuk meminta penambahan frekuensi penerbangan pada beberapa rute vital, di antaranya Jakarta – Banda Aceh, Kuala Namu – Banda Aceh dan Kuala Namu – Blang Bintang (Bener Meriah/Rembele).
Permintaan ini pun telah direspons Kemenhub melalui surat resmi. Maskapai Susi Air juga membuka rute Kuala Namu – Bener Meriah setiap hari mulai 15 September 2025, yang dinilai penting untuk evakuasi mandiri, mobilisasi relawan, dan pengiriman bantuan mendesak.
Pesawat kecil milik PT PEMA Global Energy dengan kapasitas 14 penumpang dioptimalkan untuk rute Banda Aceh – Gayo Lues – Rembele – Lhokseumawe. Dari armada tersebut, 102 warga dan relawan telah berhasil diangkut.
Penerbangan perintis Susi Air yang melayani Aceh Tengah, Gayo Lues, Aceh Tenggara, dan Bener Meriah juga turut memperkuat operasi evakuasi dan distribusi logistik.
Faisal menegaskan bahwa koordinasi erat dengan Kementerian Perhubungan, khususnya dalam penguatan armada laut dan udara, sangat membantu mempercepat penanganan darurat.
“Dengan kekuatan transportasi darat, laut, dan udara yang digerakkan serentak, kami dapat memperluas jangkauan bantuan ke wilayah mana pun yang masih sulit ditembus.”
Pusat Informasi dan Media Center Kemkomdigi
Pada kesempatan tersebut Faisal juga mengapresiasi hadirnya Pusat Informasi dan Media Center Kemkomdigi yang dinilainya menjadi pusat koordinasi transparansi publik. Fasilitas yang beridir di Banda Aceh tersebut menjadi simpul komunikasi publik, tempat konferensi pers lintas sektor dilakukan setiap hari.
“Media center ini sangat membantu memastikan seluruh informasi penanganan bencana tersampaikan secara akurat, terpadu, dan transparan kepada masyarakat,” ujarnya.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) sendiri memang terus memastikan pemulihan konektivitas jaringan serta infrastruktur telekomunikasi di wilayah terdampak banjir dan tanah longsor di Sumatra.
Sementara sebagai Pusat Informasi dan Media Center untuk mendukung komunikasi darurat dan koordinasi penanganan bencana, Kemkomdigi mendirikan Media Center di tiga wilayah.
Di Aceh, posko dipusatkan di Gedung Sekretariat Daerah Provinsi Aceh, sementara di Sumatra Barat posko ditempatkan di Komplek Kantor Gubernur Sumbar.
Untuk Sumatra Utara, Posko Komdigi beroperasi di tiga titik, yakni Gedung Kwarda Gerakan Pramuka Sumut, Gelanggang Olahraga (GOR) Pandan Tapanuli Tengah), serta Posko Dukungan Psikososial di Hamparan Perak, Deli Serdang.
Posko tersebut berfungsi sebagai ruang kerja bagi jurnalis, pusat penyelenggaraan konferensi pers, serta titik koordinasi lapangan bagi satuan Komdigi, operator seluler, pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan terkait.
Selain itu, posko menjadi lokasi pemantauan jaringan telekomunikasi oleh Balai Monitoring (Balmon) di tingkat wilayah, sekaligus ruang redaksi bersama untuk penyusunan narasi, informasi publik, dan berbagai konten terkait penanganan bencana. []





