BANDUNG – Penanews.co.id — Seorang pemuda terpaksa mendorong sepeda motornya yang mogok di Jalan LLRE Martadinata, ketika ia berpapasan dengan sekelompok geng motor. Dalam insiden yang terjadi pada akhir September 2024 ini, pemuda tersebut memilih untuk tetap diam meskipun dihujani teriakan dan makian dari arah geng motor.
Merasa tertantang oleh sikap tenang pemuda itu, anggota geng motor yang dipenuhi emosi negatif memutuskan untuk mendekatinya, tergerak oleh ideologi kekerasan yang mengikat mereka.
Di Jalan Laswi, sekelompok geng motor menyerang seorang pemuda yang baru pulang dari Lembang. Akibat serangan tersebut, pemuda itu mengalami luka-luka parah dan harus mendapatkan perawatan di rumah sakit.
Para anggota geng motor juga merampok harta benda korban, termasuk sepeda motornya. Saat ini, Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Bandung sedang melakukan penyelidikan terkait insiden ini.
Mengapa geng motor identik dengan perilaku kekerasan? Adakah ideologi kekerasan yang melatarbelakanginya? Ternyata ada. Studi yang dimuat jurnal AL-Munir 2 Vol II No.4 Oktober 2010 mengungkapkan akar ideologi kekerasan geng motor di Kota Bandung.
Geng Motor di Kota Bandung
Geng motor bukan fenomena baru di Kota Bandung. Kelompok-kelompok yang hingga kini eksis telah mulai bertumbuhan di Bandung sejak tahun 1980-an.
Tentu secara historis, jauh sebelum aksi geng motor merebak kini, Sudarsono Katam dalam bukunya berjudul Insulinde Park mencatat kemunculan geng pertama kali yaitu pada tahun 1950-an.
Anggotanya kala itu notabene adalah anak-anak Indo-Belanda, Manado hingga Ambon yang menetap di wilayah timur Kota Bandung dan Cimahi.
Mereka merupakan anak-anak dari orang tua yang mantan pegawai pada masa Hindia-Belanda, mereka lalu mengorganisasi diri menjadi geng di wilayah Bandung.
Geng-geng motor yang lahir sejak 1980-an rata-rata didirikan oleh siswa-siswa SMA. Ada pula yang didirikan oleh siswa-siswa SMP, yang kemudian berpengaruh kepada pola pengembangannya yang boleh dibilang tidak secepat yang diorganisasikan oleh siswa SMA.
Berkantor pusat di Kota Bandung, geng-geng motor ini telah punya kegiatan dan anggota di banyak daerah di Jawa Barat.
Di Kota Bandung, setiap geng punya wilayah kekuasaan tersendiri. Dan itu berupa sejumlah ruas jalan. Selain punya wilayah kekuasaan, setiap geng punya itikad saling serang satu dengan yang lainnya.
Neni Efrita dalam studi berjudul Genk Motor: Maskulinitas Remaja Pria menjelaskan pada mulanya, geng motor tidak melakukan kekerasan kepada orang lain di luar anggota geng motor, kecuali salah sasaran.
“Genk motor memang identik dengan kekerasan, ini disebabkan dengan latar belakang organisasinya dan doktrin yang diterapkan saat merekrut anggotanya. Doktrin itu disebut dengan sumpah.” tulisnya.
Sumpah Geng Motor
Untuk menjadi anggota geng motor bukanlah sesuatu yang cuma-cuma, melainkan harus ada tahapan yang ditempuh sesuai kebijakan organisasi.
Ada yang proses perekrutan anggotanya dengan pendidikan dasar selama beberapa hari di daerah berhawa dingin. Adapula rekrutmen dengan cara mewajibkan calon anggota mengendarai sepeda motor tanpa rem dari Lembang hingga ke Jalan Setiabudi, Kota Bandung dengan jarak sekitar 15 kilometer.
Dalam rekrutmen ada bagian penting, yaitu indoktrinasi. Para anggota baru disumpah. Neni Efrita dalam studinya menjelaskan ketiga poin sumpah itu:
1. Melawan Polisi
“Harus berani melawan polisi komisaris ke bawah,” demikian bunyi sumpahnya.
Anggota geng motor harus berani melawan polisi. Bahkan, karier di organisasi geng motor akan menanjak jika seorang anggota berhasil melakukan kejahatan berulang kali tanpa sekalipun tertangkap oleh polisi;
2. Melawan Orang Tua
“Anggota harus berani melawan orang tua sendiri,” bunyi sumpah itu.
Ibu yang melahirkan dan ayah yang mengurus harus dilawan oleh anggota geng motor. Keberanian melawan orang tua boleh jadi puncak pembangkangan seorang manusia dalam hidup ini.
Dan keberanian melawan orang tua menjadi modal utama untuk perbuatan jahat selanjutnya. Dengan kata lain, orang tua saja sudah dilawan, apalagi orang lain.
3. Bernyali Baja dalam Kejahatan
“Anggota harus bernyali baja dalam melakukan kejahatan.” bunyi sumpah terakhir.
Sumpah ini menjadi motivasi utama mengapa anggota geng motor marak melakukan kejahatan. Jika tidak jahat, boleh jadi anggota itu tidak sejalan dengan sumpahnya sendiri.
Solidaritas Tinggi
Meski punya sumpah yang menjadi dasar tindakan kekerasan, geng motor juga punya solidaritas tinggi. Sesama anggota sebuah geng, harus saling melindungi. Dan menurut Neni Efrita, kelompok pemuda ini juga tidak mau dikatakan geng motor, sebab ‘geng’ identik dengan kejahatan.
Secara organisasi, geng motor juga sangat rapi. Satu contohnya, ada iuran wajib bagi yang mampu, uang itu dikumpulkan di bendahara, dicatat, dan digunakan dengan transparan.
Uang iuran biasanya dialokasikan untuk menengok teman yang dipenjara, menyantuni anggota geng yang kecelakaan, dan untuk biaya konvoi. Yang menarik, jika anggota tidak mampu membayar, maka boleh tidak membayar, sebab yang terpenting adalah semua anggota hadir pada saat ada kegiatan berkumpul.
Pada beberapa geng, solidaritas juga ditandai dengan memotong jari kelingking jika ingin mengundurkan diri dari keanggotaan geng motor.
Artikel ini dikutip dari detikjabar, dengan judul “Menguak Ideologi Kekerasan di Balik Sumpah Geng Motor Bandung”