TAPAKTUAN – Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Aceh Selatan meminta Mabes Polri untuk serius menanggapi hilangnya 152 imigran Rohingya yang sebelumnya ditempatkan di lokasi penampungan di Tapaktuan. Misbar RB, salah seorang aktivis, menegaskan bahwa kejadian ini jangan dianggap remeh, karena jika dibiarkan, Aceh dapat berisiko menjadi jalur perdagangan orang.
Menurut penilaian Misbar yang berasal dari Pusat Kajian Analisis Transaksi (PuKat) Aceh, seperti yang dilansir dari Antaranews.com, hilangnya pengungsi tersebut bukanlah hal yang sepele. “Sangat naif jika tidak ada pihak yang mengetahui atau bertanggung jawab atas kejadian ini,” ujarnya.
Misbar juga mendesak Mabes Polri dan Polda Aceh untuk turun langsung ke Aceh Selatan guna melakukan pemeriksaan dan penyelidikan lebih lanjut. Ia menegaskan bahwa “siapa pun yang terlibat dalam kasus ini harus diproses secara hukum karena kejadian ini berpotensi berkaitan dengan Tindak Pidana Penyelundupan Orang (TPPO), bahkan mungkin lebih dari itu”,
tandasnya
Misbar memperkirakan, apabila Mabes Polri dan Polda Aceh tidak turun tangan, maka tidak tertutup kemungkinan, peristiwa serupa akan terjadi di daerah lain. Akibatnya, Aceh akan jadi jalur pengungsi Rohingya.
Seperti diberitakan sebelumnya, sebanyak 152 pengungsi Rohingya yang ditampung di GOR Tapaktuan telah melarikan diri dari lokasi penampungan tersebut. Pada kejadian pertama, mereka dijemput oleh dua unit mobil dan sempat ditangkap petugas.
Setelah upaya pertama membawa lari Rohingya berhasil digagalkan tidak ada upaya dari instansi terkait untuk meningkatkan pengawasan terhadap pengungsi tersebut. Akhirnya, seluruh pengungsi kabur dari sana tanpa bekas.[]