KUTACANE – Masyarakat Aceh Tenggara belum menikmati kompensasi karbon diperkirakan mencapai nilai Rp2,2 triliun per tahun yang dihasilkan dari Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Hal ini terungkap dalam silaturahmi antara pegiat LSM, insan pers, Bupati Aceh Tenggara, Forkopimda, serta para camat di Oproom Setdakab setempat, Senin (14/4/2025).
Menurut pegiat wisata TNGL, Daniel, luas hutan ekosistem Leuser di Aceh Tenggara mencapai 80.816 hektare, dengan 64 ribu hektare di antaranya berupa hutan lindung dan konservasi, Setiap hektare diperkirakan menghasilkan 500 ton karbon

“Dari luas hutan tersebut diperkirakan dapat menghasilkan karbon sebesar 500 ton per tahun di setiap hektarnya, jika dihitung dengan rate US 5 dolar, maka hutan Leuser dapat menghasilkan sebesar Rp2,2 triliun per tahun,” terang Daniel.
Namun, Daniel menyayangkan sikap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tenggara yang dinilai kurang proaktif memperjuangkan dana tersebut. Tidak ada upaya untuk meminta kepada pemerintah pusat maupun kepada pihak terkait, padahal ini merupakan sumber pendapatan daerah yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang mayoritas tinggal di sekitar kawasan Leuser.

“Pemkab seolah tidak mau tahu atau tidak berupaya meminta kompensasi ini ke pemerintah pusat maupun pihak terkait. Padahal, ini bisa menjadi sumber pendapatan daerah untuk kesejahteraan masyarakat sekitar Leuser,” ujarnya.
Ia berharap Bupati Aceh Tenggara, Salim Fakhry, dapat melakukan terobosan baru mengambil langkah strategis untuk menarik dana untuk peningkatan pendapatan daerah demi kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat Aceh Tenggara.
Sementara, Bupati Aceh Tenggara Salim Fakhry mengakui 86 persen hutan Gunung Leuser berada di Kabupaten Aceh Tenggara, namun kompensasi karbon yang dihasilkan malah nihil, sementara masyarakat selalu diminta untuk menjaga kelestarian hutan.
“Kita tidak dapat apapun, sementara kita tetap diwajibkan menjaga hutan, jika pun ada kompensasi itu hanya dinikmati segelintir orang, hal itu akan kita perjuangkan tentunya didukung semua elemen termasuk LSM dan pers,” tegas Salim Fahkry.
Salim Fakhry juga mengakui jika selama ini Aceh Tenggara terkesan hanya menjaga hutan Leuser tapi tidak pernah menikmati hasil karbon yang dihasilkan hutan Leuser.
“Kita akui, selama ini Aceh Tenggara tidak pernah menikmati melalui program apapun terkait dengan kompensasi karbon ini, ke depannya kami akan berupaya menjemput bola dan berkoordinasi ke pusat melalui Bappenas dan semoga membuahkan hasil untuk perbaikan Aceh Tenggara,” pungkas Salim Fahkry.
Diketahui, hutan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) menyimpan sekitar 1,5 miliar ton karbon. KEL merupakan salah satu wilayah konservasi penting di dunia yang berada di Aceh dan Sumatera Utara. Hutan di KEL berperan dalam menjaga keseimbangan ekologi global dan mengurangi pemanasan global.
Sumbet KBA.one
