Terkait Penangkapan Ketua PN, Rahmad Sukendar: MA Gagal Awasi Hakim

by
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap putusan lepas perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit mentah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, 12 April 2025. | Foto Tempo/M Taufan Rengganis

JAKARTA — Ketua Umum BPI KPNPA RI Rahmad Sukendar, menyoroti tajam lemahnya pengawasan Mahkamah Agung (MA) setelah terungkapnya kasus dugaan suap dalam putusan lepas perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dalam pernyataannya, Rahmad menilai penangkapan Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, dan sebelumnya Ketua PN Surabaya, menjadi bukti bahwa praktik jual-beli perkara masih marak terjadi di dalam tubuh lembaga peradilan.

“Mulai dari ditangkapnya Ketua PN Surabaya hingga Ketua PN Jakarta Selatan, ini menunjukkan bahwa praktik suap dan jual-beli perkara di tubuh lembaga peradilan masih merajalela. Saya menilai Mahkamah Agung tidak sungguh-sungguh dalam melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap jajaran hakim,” ujar Rahmad dalam keterangan resminya, Minggu (13/4/2025).

Ia menilai Mahkamah Agung cenderung melakukan pembiaran terhadap perilaku menyimpang oknum hakim dan tidak memberikan langkah pembenahan yang konkret serta menyeluruh.

“Kalau Mahkamah Agung serius, harus ada reformasi menyeluruh dan transparan. Bukan hanya seremonial pengawasan atau sanksi administratif. Ini sudah persoalan sistemik,” tegasnya.

Rahmad juga mendesak Kejaksaan Agung untuk tidak berhenti hanya pada penetapan tersangka hakim dan advokat. Ia menyarankan agar Kejagung berani menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak internal lainnya, termasuk dari institusi kejaksaan sendiri maupun kepolisian.

“Jangan hanya berhenti pada hakim. Kalau ada oknum jaksa atau aparat kepolisian yang ikut bermain, tangkap juga. Bersihkan semua! Jangan tebang pilih,” serunya.

Lebih lanjut, Rahmad mempertanyakan efektivitas operasi tangkap tangan (OTT) selama ini. Menurutnya, OTT tidak akan berdampak signifikan jika tidak disertai dengan reformasi menyeluruh dalam sistem peradilan.

“OTT bukan prestasi kalau tidak dibarengi dengan pembenahan sistem. Selama pelaku masih bisa membeli hukum, korupsi peradilan akan terus berulang,” tutupnya.

Baca Juga:  Tidak Sulit bagi KPK Usut Dugaan Korupsi Jokowi Sekeluarga, apa Mau?

Seperti diketahui, Kejaksaan Agung telah menyita puluhan motor mewah, mobil supercar, dan uang tunai dalam pengungkapan kasus dugaan suap senilai Rp60 miliar yang melibatkan sejumlah hakim dan advokat.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *