Vonis Ringan Koruptor Timah Dinilai Nodai Semangat Pemberantasan Korupsi

by
by
Terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 Harvey Moeis bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor,Jakarta, Rabu (18/12/2024). Sidang tersebut beragendakan pembacaan pledoi atau nota pembelaan dari terdakwa. | Foto Antara /Dhemas Reviyanto/rwa.(Antara Foto / Dhemas Reviyanto

JAKARTA – Mantan Ketua Komisi hukum DPR Pieter C Zulkifli menyebut, vonis ringan koruptor timah, Harvey Moeis, telah menodai semangat pemerintah dalam memberantas korupsi di Tanah Air.

Dilansir Tribunnews.com memberitakan, Harvey hanya dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara dan denda Rp 210 Miliar, meskipun negara dirugikan hingga Rp 300 triliun dalam kasus itu.

“Hukuman yang tak sebanding dengan nilai kerugian negara Rp 300 triliun itu telah menodai semangat pemerintahan dalam memberantas korupsi,” kata dia dalam keterangannya Jum’at (03/01/2025).

Pieter mengungkapkan, vonis ringan baik dari segi hukuman penjara maupun denda menjadi pertanyaan publik. Masyarakat bahkan mempertanyakan siapa sebenarnya aktor utama di balik kasus tambang timah ilegal tersebut.

“Dan mengapa penerapan hukumnya terasa begitu lunak? Integritas para penegak hukum pun kembali dipertanyakan,” ucapnya.

Di sisi lain, Pieter Zulkifli menyebut tidak adil jika tanggung jawab atas kerusakan dan kerugian negara akibat rasuah timah itu hanya dibebankan pada seorang Harvey, sementara sejauh ini sudah ada 22 tersangka dalam kasus itu.

“Jaksa penuntut dan pengadilan tampaknya mengabaikan penerapan hukum yang benar untuk mendalami akar masalah perkara korupsi tata niaga timah, yaitu aktor-aktor besar di balik operasi tambang ilegal,” ucap dia.

Pieter Zulkifli juga menyinggung beberapa pelaku kasus korupsi timah yang mendapat vonis ringan selain Harvey tapi luput dari sorotan publik. Mereka antara lain Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin yang mendapat hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar, vonis itu jauh dari tuntutan jaksa yang menginginkan 14 tahun penjara.

Lalu, ada Reza Andriansyah sebagai Direktur Pengembangan Usaha perusahaan yang sama hanya divonis 5 tahun penjara dengan denda Rp750 juta.

Baca Juga:  Eks Kadisdik Aceh Rachmat Fitri Cs Divonis 6 Tahun Penjara dalam Perkara Wastafel

Begitu pula dengan Tamron Tamsil, Suwito Gunawan, dan Robert Indarto yang juga mendapat hukuman ringan dan jauh lebih ringan dibandingkan kerugian negara.

“Fenomena ini mencerminkan lemahnya penerapan prinsip efek jera dalam penegakan hukum di Indonesia,”sebut dia.

Pieter Zulkifli mengatakan ketidaksesuaian antara tuntutan dan vonis itu menimbulkan spekulasi adanya kesepakatan tidak transparan antara jaksa, hakim, dan para terdakwa. Lebih jauh, kritik juga mengarah pada proses awal penyidikan yang diduga tidak berjalan dengan maksimal.

“Jika proses hukum sejak penyidikan sudah bermasalah maka hasil akhirnya, termasuk vonis, sulit diharapkan mencerminkan keadilan,” ujarnya.

Atas vonis ringan terhadap para pelaku korupsi timah itu, dia menekankan perlunya reformasi sistem hukum di Indonesia, khususnya dalam penerapan TPPU.

Pieter Zulkifli menyatakan dalam konteks korupsi besar seperti itu, aset terdakwa harus ditelusuri, disita, dan digunakan untuk memulihkan kerugian negara.

“Pembuktian terbalik harus menjadi instrumen utama untuk memastikan bahwa setiap aset yang diperoleh dari hasil tindak pidana dapat dikembalikan kepada negara,” pungkasnya.[]

Response (1)

  1. Jelas lah sangat menyedihkan.masak korupsi ratusan Triliun cuma 6,5 tahun..di cina udah dapet tiga kali hukuman mati.. dan perlu di usut juga orang² di pemerintahan yg terlibat masak dia sendiri yg terhukum..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *