BRIN; Ancaman Gempa Megathrust, PR Negara untuk Mitigasi Bencana

by
Ilustrasi dampak gempa megathrush| fixabay

JAKARTA — Penanews.co.id — Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Nuraini Rahma Hanifa, mengungkapkan bahwa terdapat beberapa pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh negara untuk menghadapi ancaman gempa besar megathrust. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya perhatian yang serius terhadap ancaman bencana geologi yang dapat berdampak besar pada kehidupan masyarakat.

Menurut Rahma, persiapan dalam menghadapi gempa megathrust merupakan tanggung jawab bersama bagi seluruh elemen negara. Tidak hanya pemerintah, tetapi juga masyarakat perlu berperan aktif dalam upaya mitigasi bencana untuk meminimalisir dampak yang mungkin timbul.

Upaya bersama ini diharapkan dapat mengurangi risiko dan meminimalisir korban terdampak dalam menghadapi potensi gempa megathrust.

“Secara jujur kayaknya kita masih punya banyak PR untuk meningkatkan kesiapan kita [dalam menghadapi gempa megathrust],” kata Rahma, mengutip Antara, Senin (2/9).

Rahma menjelaskan kepanikan menjadi salah satu penyebab tingginya korban jiwa dalam sebuah bencana alam, termasuk gempa megathrust dan potensi tsunami.

Menurutnya dalam konteks gempa bumi, kepanikan umumnya disebabkan oleh tingginya kemungkinan bangunan runtuh. Hal menyebabkan warga panik dan berlarian tak beraturan.

Rahma kemudian mencontohkan bagaimana Jepang membuat bangunan yang memiliki standar khusus. Sama seperti Indonesia, Jepang juga menjadi negara yang kerap mengalami gempa bumi.

Menurut dia Jepang memiliki standar khusus untuk bangunan yang tahan gempa. Menurutnya, tahan gempa di sini bukan berarti bangunan itu tidak akan roboh, tapi bangunan itu tidak akan roboh seketika gempa terjadi.

“Nah kita di Indonesia mungkin enggak merasa yakin dengan bangunan ataupun rumah yang kita tempati, sehingga mungkin satu kita punya insecurity terhadap bangunan, yang kedua kita juga panik,” ujar dia.

Baca Juga:  Presiden Prabowo Perintah Polri Bela Kepentingan Rakyat

Selain itu, Rahma menilai masyarakat Indonesia juga memiliki bayangan traumatis terhadap gempa yang pernah terjadi di Aceh pada 2004, karena gempa tersebut diiringi dengan gelombang tsunami yang mengharuskan setiap orang untuk belairan keluar rumah.

Menurut Rahma mitigasi bisa diawali dengan upaya berbasis sains, teknologi, dan inovasi seperti pembuatan rumah tahan gempa dan modernisasi sistem peringatan dini, sembari terus melakukan sosialisasi jalur evakuasi saat bencana terjadi ke masyarakat.

Tavio, peneliti Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), juga sempat menyoroti penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) bangunan tahan gempa di dalam negeri hanya fokus pada gedung, sedangkan perumahan rakyat terabaikan.

“Kita selama ini selalu gembar-gembor mengenai SNI untuk bangunan gedung, tapi pada kenyataannya SNI untuk bangunan gedung hanya untuk sekelompok orang. Kalau kita jumlah, berapa sih yang tinggal di apartemen dan di gedung?” kata Tavio.

Tavio mengatakan jumlah orang yang tinggal di gedung lebih sedikit dibandingkan yang tinggal di perumahan rakyat. Sehingga ketika terjadi gempa dan rumahnya tidak dibangun sesuai SNI, maka akan menelan banyak korban.

Belum lagi, pembangunan gedung bisa menyewa konsultan perencana yang akan memperhatikan SNI. Sedangkan perumahan rakyat dibangun sendiri tanpa memperhatikan SNI. Karena itu, Tavio mengatakan masyarakat perlu diedukasi soal SNI.

“Ini yang tidak bisa ditoleransi kalau dikatakan itu salahnya masyarakat sendiri. Masyarakat tidak menguasai teknologi di bidang bangunan. [Harus dicari] bagaimana cara menertibkan dengan tindakan sosialisasi yang bersahabat dengan masyarakat,” katanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *