Permintaan Mualem Hapus Barcode Pengisian BBM di Aceh, Ditolak Tegas

by
SURAT BPH MIGAS - Surat balasan BPH Migas kepada Gubernur Aceh, Mualem Muzakir Manaf, yang isinya menolak penghapusan barcode pengisian BBM di seluruh SPBU di wilayah Aceh.

JAKARTA – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) secara resmi menolak permintaan Pemerintah Aceh untuk menghapus penggunaan barcode dalam pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di wilayah tersebut.

Penolakan ini disampaikan melalui surat resmi bernomor T-126/MG.01/BPH/2025 yang ditujukan kepada Gubernur Aceh, Muzakir Manaf alias Mualem.

Surat yang ditandatangani oleh Kepala BPH Migas, Erika Retnowati, tertanggal 25 Februari 2025 itu menyatakan bahwa permohonan pengecualian penggunaan barcode saat pengisian BBM bersubsidi di seluruh SPBU di Aceh tidak dapat disetujui.

“Permohonan pengecualian penggunaan barcode saat mengisi BBM Subsidi pada SPBU di seluruh wilayah Aceh belum dapat kami setujui,” demikian antara lain bunyi surat tersebut.

Surat tersebut juga dikirimkan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas KESDM, serta sejumlah pihak terkait lainnya.

Permintaan penghapusan kebijakan barcode ini diajukan oleh Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, yang akrab dikenal dengan panggilan Mualem tak lama setelah dilantik pada 12 Februari 2025.

Dalam surat bernomor 500.10.8/1773 tertanggal 14 Februari 2025, Pemerintah Aceh memohon pengecualian penerapan barcode untuk BBM bersubsidi di wilayah Aceh.

Menanggapi surat permohonan tersebut, BPH Migas dalam surat balasan yang salinannya diperoleh media ini, Minggu (28/2/2025), menyampaikan empat poin penjelasan. 

Poin pertama, disampaikan, distribusi BBM bersubsidi dan berkompensasi diperuntukkan bagi masyarakat yang berhak.

Yaitu konsumen pengguna sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Perpres 117 tahun 2021 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual  Eceran BBM.

Pada poin kedua disampaikan, subsidi dan kompensasi BBM merupakan pengeluaran negara yang dibiayai melalui APBN, maka penggunaanya harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel.

Baca Juga:  Mualem Minta Hapus QR Code BBM, Wamen ESDM: Regulasi Sedang disiapkan

“Oleh karena itu, diperlukan sistem pendataan untuk mencatat siapa yang membeli BBM subsidi dan BBM kompensasi, serta sektor yang menggunakannya agar pendistribusiannya tepat volume, tepat sasaran, dan tidak terjadi penyalahgunaan,” jelas BPH Migas.

Berikutnya pada poin ketiga, BPH Migas menyampaikan penggunaan teknologi pemindai (barcode/QR Code) merupakan salah satu upaya untuk memastikan bahwa masyarakat yang berhak bisa mendapatkan haknya dalam mengakses BBM subsidi dan kompensasi, serta untuk mengidentifikasi secara akurat konsumen pengguna BBM subsidi dan kompensasi. 

Ditambahkan, penerapan sistem digitalisasi si Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) juga bermanfaat dalam menekan penyalahgunaan BBM subsidi dan kompensasi sehingga dapat lebih optimal dalam pemanfaatannya.

“Dikhawatirkan apabila tidak digunakan barcode/QR Code, penyalahgunaan BBM subsidi dan BBM kompensasi akan semakin marak, sehingga masyarakat yang berhak justru tidak mendapatkan haknya, karena kuota terbatas,” tulis Erika Retnowati dalam surat tersebut.

Terakhir pada poin keempat, BPH Migas mengaku memahami kekhususan Aceh sebagaimana diatur dalam UUPA. Namun BPH Migas menegaskan bahwa prinsip akuntabilitas dan transparansi tetap harus dijaga. Sehingga dengan demikian, BPH Migas belum dapat menyetujui permohonan dari Gubernur Aceh tersebut.

“Kami memahami kekhususan Aceh sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tajun 2006 tentang Pemerintahan Aceh,”

“Namun dalam hal distribusi BBM subsidi dan BBM kompensasi, prinsip akuntabilitas dan transparansi tetap harus dijaga sebagaimana kami uraikan di atas,”

“Untuk itu, permohonan pengecualian penggunaan barcode saat mengisi BBM subsidi pada SPBU di seluruh wilayah Aceh belum dapat kami setujui,” tegas Erika Retnowati.[]

Sumber tribunnanggroe.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *