JAKARTA — Penanews.co.id — Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa petinggi PT Google Indonesia, Putri Ratu Alam (PRA), terkait dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada masa kepemimpinan Menteri Nadiem Makarim.
Putri merupakan Direktur Hubungan Pemerintah dan Kebijakan pada perusahaan Google itu. Ia diperiksa bersama sepuluh orang lainnya sebagai bagian dari proses penyidikan.
“PRA selaku Direktur Hubungan Pemerintah dan Kebijakan PT Google Indonesia,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, dalam pernyataannya pada Selasa (7/10/2025).
Anang belum merinci peran masing-masing pihak yang diperiksa maupun detail kasusnya. Namun ia memastikan bahwa pemeriksaan ini bertujuan melengkapi berkas perkara tersangka Mulyatsyah (MUL), yang menjabat sebagai Direktur SMP di Kemendikbudristek pada tahun 2020.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara atas nama tersangka MUL,” ujar Anang.
Mengutip inilah.com, ada 10 orang yang ikut diperiksa bersamaan Putri, yaitu;
1.DS, ASN pada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP)
2. APU, Anggota Pokja Pemilihan Penyedia Katalog Elektronik LKPP tahun 2020
3. SR, Kepala Divisi Imaging Solution PT Samafitro
4. GH, Direktur PT Turbo Mitra Perkasa
5. CI, Auditor Ahli Utama pada Inspektorat IB Kemendikbudristek (2013–2024)
6. INRK, Plt. Direktur SMP, Ditjen PAUD, Dikdas dan Dikmen (2022–2024)
7. WJA, Plt. Direktur SMA, Kemendikbudristek (2022–2024)
8. MWD, Kepala Biro Umum dan Pengadaan Barang dan Jasa, Setjen Kemendikbud (2020)
9. TRI, Kepala Biro Umum dan Pengadaan Barang dan Jasa, Kemendikbudristek (2021)
10. HK, Bendahara Pengeluaran Pembantu, Kemendikbudristek (2022)
Konstruksi Kasus
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan lima tersangka. Mereka adalah Jurist Tan (JT), eks Staf Khusus Mendikbudristek; Ibrahim Arief (IBAM), mantan konsultan teknologi Warung Teknologi Kemendikbudristek; Mulyatsyah (MUL), eks Direktur SMP Kemendikbudristek; dan Sri Wahyuningsih (SW), eks Direktur SD Kemendikbudristek. Keempatnya diumumkan sebagai tersangka pada Selasa (15/7/2025).
Mulyatsyah dan Sri Wahyuningsih saat ini ditahan di rumah tahanan (rutan), sementara Ibrahim Arief berstatus tahanan kota karena sakit jantung kronis. Adapun Jurist Tan masih buron setelah melarikan diri ke luar negeri.
Sementara itu, Nadiem telah ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (4/9/2025) dan kini ditahan di Rutan Salemba, cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Berdasarkan konstruksi perkara, kasus ini bermula pada Februari 2020 ketika Nadiem, saat menjabat Mendikbudristek, melakukan pertemuan dengan pihak Google Indonesia. Pertemuan itu membahas produk Google, salah satunya program Google for Education dengan perangkat Chromebook. Dari serangkaian pertemuan, disepakati bahwa produk Google seperti ChromeOS dan Chrome Devices Management (CDM) akan dimasukkan dalam proyek pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Kesepakatan tersebut ditindaklanjuti pada 6 Mei 2020. Nadiem menggelar rapat tertutup via Zoom bersama jajarannya, termasuk Dirjen PAUD Dikdasmen, Kepala Badan Litbang, serta dua staf khusus, Jurist Tan dan Fiona Handayani. Rapat membahas rencana pengadaan TIK menggunakan Chromebook sesuai instruksi Nadiem, meski saat itu program pengadaan belum dimulai.
Untuk meloloskan produk Google, Nadiem bahkan menanggapi surat dari Google mengenai partisipasi pengadaan TIK. Surat tersebut sebelumnya tidak pernah dijawab oleh menteri pendahulu, Muhadjir Effendy, karena uji coba Chromebook pada 2019 dinilai gagal di sekolah-sekolah daerah 3T (terluar, tertinggal, terdalam).
Atas instruksi Nadiem, pejabat Kemendikbudristek seperti Sri Wahyuningsih (Direktur SD) dan Mulyatsyah (Direktur SMP) menyusun juknis/juklak dengan spesifikasi yang mengunci sistem ChromeOS. Tim teknis juga membuat kajian yang menetapkan ChromeOS sebagai standar.
Pada Februari 2021, Nadiem menerbitkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2021. Dalam lampirannya, spesifikasi ChromeOS kembali ditegaskan, sehingga semakin mengunci pengadaan pada produk tertentu.
Perbuatan tersebut diduga melanggar Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2020, Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 jo. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021, serta Peraturan LKPP Nomor 7 Tahun 2018 jo. Peraturan LKPP Nomor 11 Tahun 2021 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.
Kerugian negara akibat proyek Chromebook diperkirakan mencapai Rp1,98 triliun, meski angka final masih menunggu perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.





