Tantang Rencana Trump, Arab Saudi Pimpin “Gerombolan Arab” untuk Masa Depan Gaza

by
Kondisi Gaza Foto: | Foto REUTERS/STRINGER

JAKARTA – Arab Saudi memimpin upaya negara-negara Arab dalam merancang rencana masa depan Gaza pascaperang, yang bertolak belakang dengan gagasan yang diajukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Menurut sepuluh sumber terpercaya, Riyadh berupaya menawarkan solusi yang lebih berkelanjutan dibandingkan dengan rencana Trump, yang dinilai berpotensi “membersihkan” Gaza dari warga Palestina dan memindahkan mereka ke Yordania dan Mesir.

Gagasan Trump tersebut telah memicu kekhawatiran di kalangan negara-negara Arab, terutama Arab Saudi, Mesir, dan Yordania. Mereka menilai rencana itu sebagai ancaman serius terhadap stabilitas kawasan. Sebagai respons, negara-negara Arab kini sedang menyusun proposal alternatif, termasuk pembentukan dana rekonstruksi yang dipimpin oleh negara-negara Teluk serta upaya untuk mengeluarkan Hamas dari struktur pemerintahan Gaza.

Seorang pejabat pemerintah Arab yang tidak ingin disebutkan namanya mengungkapkan bahwa setidaknya empat proposal telah disiapkan. Rencana yang diajukan oleh Mesir saat ini menjadi fokus utama inisiatif Arab dalam menanggapi ide-ide Trump.

Proposal tersebut diharapkan dapat menjadi landasan bagi solusi jangka panjang yang lebih inklusif dan stabil untuk masa depan Gaza.

Proposal Mesir: Pemerintahan Baru Tanpa Hamas

Menurut tiga sumber keamanan Mesir, proposal terbaru dari Kairo mencakup pembentukan komite nasional Palestina untuk memerintah Gaza tanpa kehadiran Hamas, partisipasi internasional dalam rekonstruksi Gaza tanpa perlu memindahkan warga Palestina keluar, dan langkah-langkah menuju solusi dua negara.

Proposal ini akan dibahas dalam pertemuan di Riyadh bulan ini, yang melibatkan Arab Saudi, Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, dan perwakilan Palestina. Hasil diskusi ini kemudian akan diajukan dalam KTT Arab pada 27 Februari.

Menurut seorang pejabat Yordania, Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MbS), memainkan peran kunci dalam upaya ini.

“Kami mengatakan kepada Amerika bahwa kami memiliki rencana yang lebih realistis. Pertemuan dengan MbS sangat krusial karena dia yang memimpin inisiatif ini,” ujar pejabat Yordania tersebut, dilansir Reuters, Sabtu (15/2/2025).

Baca Juga:  Kolombia Tolak 2 Pesawat Militer AS yang Mengangkut Migran Deportasi

MbS dikenal memiliki hubungan yang erat dengan Trump selama pemerintahan pertama sang presiden dan kini menjadi tokoh sentral dalam hubungan Arab-AS di era Trump yang baru.

Rekonstruksi dan Zona Penyangga di Gaza

Sumber-sumber regional menyebut bahwa rencana rekonstruksi untuk Gaza sudah dalam tahap lanjutan. Beberapa poin utama dalam proposal Arab meliputi pembangunan zona penyangga dengan penghalang fisik untuk mencegah terowongan lintas batas Gaza-Mesir, serta pembersihan puing-puing dan pembangunan 20 zona pemukiman sementara.

Ada juga pelibatan 50 perusahaan dari Mesir dan luar negeri untuk mempercepat pembangunan kembali Gaza dan pendanaan dari negara-negara Teluk dan internasional, dengan kemungkinan menamainya sebagai “Trump Fund for Reconstruction” untuk mendapatkan persetujuan Washington.

Namun, menurut seorang pejabat Arab, tantangan terbesar adalah menentukan struktur pemerintahan dan keamanan di Gaza, terutama karena Israel menolak peran Hamas maupun Otoritas Palestina dalam mengelola wilayah tersebut.

“Memastikan Hamas tidak lagi berperan dalam pemerintahan Gaza adalah hal yang sangat krusial,” kata seorang pejabat Arab dan tiga sumber keamanan Mesir.

Hamas sendiri menyatakan siap melepas kendali atas Gaza kepada komite nasional Palestina, tetapi mereka ingin memiliki suara dalam penunjukan anggotanya dan menolak kehadiran pasukan asing di wilayah itu.

Meskipun tidak ada elemen baru dalam proposal ini, para pejabat Arab yakin bahwa rencana ini cukup solid untuk meyakinkan Trump dan dapat diterapkan pada Hamas serta Otoritas Palestina yang dipimpin Mahmoud Abbas.

Ketegangan Arab Saudi dengan AS Meningkat

Ketidaksepakatan Arab Saudi terhadap rencana Trump sebenarnya sudah terjadi sebelum pengumuman resmi Washington. Arab Saudi berulang kali menegaskan bahwa normalisasi hubungan dengan Israel hanya bisa terjadi jika ada jalur jelas menuju pembentukan negara Palestina.

Baca Juga:  CEO aplikasi Telegram Durov Ditangkap, ini Kasusnya

Namun, ketika Trump mengindikasikan bahwa kesepakatan normalisasi dapat berlangsung tanpa solusi dua negara, ketegangan pun meningkat. Sehari sebelum pengumuman Trump, seorang pejabat AS menyatakan, “Arab Saudi akan sangat membantu dalam proses ini.”

Komentar ini bertolak belakang dengan realitas di Riyadh. Seorang sumber yang dekat dengan lingkaran kerajaan mengatakan bahwa Pangeran MbS sangat tidak senang dengan rencana Trump.

“Dia tidak senang,” ujar sumber tersebut.

Ketidakpuasan Arab Saudi segera terlihat dalam liputan media nasional yang mengkritik kebijakan Israel secara tajam.

“Mereka sangat marah,” kata analis Saudi, Aziz Alghashian. “Ini bukan sekadar frustrasi biasa, tapi kemarahan yang berbeda level.”

Beberapa pengamat menduga bahwa Trump menggunakan taktik negosiasi ekstrem, seperti yang pernah ia lakukan dalam kebijakan luar negeri sebelumnya. Namun, dampaknya tetap memperumit pembicaraan normalisasi antara Saudi dan Israel.

Mantan kepala intelijen Saudi, Pangeran Turki al-Faisal, menyatakan dalam wawancara dengan CNN bahwa jika Trump mengunjungi Riyadh, “Dia akan mendapatkan banyak kritik dari para pemimpin di sini.”

Ketika ditanya apakah ada kemungkinan pembicaraan normalisasi dengan Israel akan berlanjut, ia menjawab:

“Sama sekali tidak.”[]

Sumber CNBC Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *